Langsung ke konten utama

Rainy Day at a Cafe





Berpasang-pasang mata melirikmu yang setengah basah
Bossanova seakan berganti menjadi dentuman memecah
Hadirmu bagai mimpi yang kuharap nyata saja tak pernah
Kau serasa rumah sekaligus hutan belantara yang jauh dari kata ramah

Antara dihampiri bosan atau kau sedang melarikan diri dari hujan
Di kepalaku hanya terpikir satu alasan
Sengaja setelah belasan tahun lamanya kita kembali dipertemukan
Setelah luka-luka yang kau tinggalkan
Setelah harapan yang masih terus kurapalkan
Kafe dan hujan menjadi jembatan
Antara ketakutan dan kau yang mungkin sudah melupakan
Aku dan sisa-sisa luka yang masih sedang kucoba untuk sembuhkan

Tak ada yang memberitahuku kalau kau akan ada di sini
Yang terakhir kudengar kau memutuskan pergi
Jauh sekali dan tak mungkin kembali
Bersama janji yang kukira kan kau tepati
Tentang setia yang kukira akan benar-benar terjadi
Dan kita yang katamu abadi

Tapi, jika ada satu kesempatan dan kebetulan kau sendirian
Bolehkah kita membicarakan apa yang belum benar-benar terselesaikan?
Karena aku sudah mengabiskan waktu menatap tembok semalaman
Menangisi kepergian
Menyesali kesalahan
Merindukan kenangan
Menyalahkan diri atas apa yang pernah dan belum kulakukan

Kau seperti film dengan adegan-adegan manis kemudian berakhir tragis dan megundang tangis
Kau seperti lagu yang kusetel kala November sudah mulai gerimis
Mengingatkanku pada semua puisi yang pernah kutulis
Saat kita belum tahu kalau sebuah cerita akan tamat dan habis

Biarkan aku membingkaimu kali ini
Menjadikanmu kenang-kenangan untuk dikenang saat tua nanti
Bahwa kau pernah ada saat kaki-kaki kecilku goyah menapaki bumi
Saat mataku tak melihat apa-apa selain jalan menuju mati
Mungkin ini terakhir kalinya kita bertemu untuk berbagi seperti dulu lagi
Sekaligus menyadari kalau kita memang sudah harus diakhiri

Kita akan menua tapi tidak bersama
Kita akan sedikit lelah untuk sekedar mengingat masa-masa bahagia
Kita akan menjadi pelupa
Mungkin saja akan ada kita di lain cerita






Gambar oleh Chihoonart

Terima kasih sudah mampir!
Love, Octa ❤

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kegundahanmu pada Musim-Musim itu

Untukmu; Musim-musim itu menjadi jawaban atas pertanyaanmu. Kau berganti bukan berarti hati ini ikut berotasi, bunga dan daunmu layu mati tak menjadi alasan agar aku mulai mencari, kau adalah kau; yang tak akan pernah kudapati walau keujung bumi kuberjalan kaki, mengurai layar arombai melawan badai berpayung langit berapi-api, menelusuri ceruk-ceruk sungai hingga landai ardi kudaki, menaiki langit tetap kau tak bisa kuraih. Sebab kau, adalah sebanyak-banyaknya harta berharga, kau yang paling bernilai. Tak perlu ragu, aku tak memuja deretan bunga di kepalamu, aku mencintai akar-akar itu, akar-akar tak kasat mata di bawah tanah yang selalu membuatku candu, di mana semua kebahagiaan serta kekhawatiranku menuju. Kau tak harus membenci musim gugur sebab membuat bungamu berhambur di tanah gersang. Tangkai-tangai kurus yang membuatmu berang, sungguh, membuatku semakin penasaran, aku rela mempelajari setiap yang kutemukan; lalu belajar mencintai hal-hal yang kau khawatirkan, yang k...

Journey; to the Past

Akhir-akhir ini entah kenapa saya lebih sering merenung dan kembali mengenang masa-masa yang sudah jauh tertinggal di belakang, seperti saya menemukan kehangatan yang dulu pernah hilang, tapi sudah tidak relevan dan sangat sulit dijelaskan di masa sekarang. Perasaan ini datang sangat kuat di pagi hari, kadang-kadang saya terjebak cukup lama di kamar sebelum berangkat kerja, mencoba menerka perasaan bahagia apa yang tiba-tiba ada namun pemicunya tidak tahu entah apa. Sedang kasmaran tidak juga, sedang menunggu kabar gembira tidak juga. Later on, perlahan saya mengerti dari mana datangnya perasaan nostalgia ini. Tumbuh besar di keluarga yang bisa dibilang hangat ketika memang sedang ada badai, dingin ketika percik-percik api mulai mendekati, saya selalu ingat di masa kecil dulu hampir tidak ada yang bisa disesali, bahkan kalau bisa sesekali saya ingin ke sana berjalan-jalan kembali. Tapi kita semua tahu, mesin waktu atau perjalanan melampaui masa lalu itu tidak benar-benar t...

20 Desember 2019

Anak Ibu terbangun; Dari mimpi buruk tentang kehilangan, napasnya tak beraturan tenggorokannya kehausan. Tangis di pipinya berkejaran meminta pertolongan, kali ini dia datang setelah lama menghilang. Kali ini dia datang sekaligus mengucapkan perpisahan. Kali ini, anak Ibu takut mimpinya kenyataan. Anak Ibu berdoa kepada Tuhan; Di depan jendela, tangannya terbuka matanya sembab memerah. Bibirnya gemetar menyebut nama yang sudah ia hafal di luar kepala, nama yang shubuh saja sudah bosan mendengarnya, tapi ia tahu Tuhan tak pernah digambarkan tuli dan buta; aku ingin bercerita, Tuhan. Tentang dia yang kau mungkin sudah akrab dengan namanya. Kalau kemarin-kemarin aku mengadu tentang bahagia, sekarang beda. Bolehkah kau bocorkan rahasiamu? Sedikit saja, misal apakah nanti dia akan pergi juga? Atau tetap tinggal? Kau adalah sebaik-baiknya alasan pertemuan dua asing hingga salah satunya menyimpan rasa, tidakkah kau kasihan, Tuhan? Di sepertiga malam, anakmu ini terbangun, di kepal...