Kuangkat tiga jari, kau mengangguk mengikuti. Aku terlambat mengerti sedang kau sudah lama belajar memahami, kau menjadi pengabai sebab telah lama kau menahan pedih dan sakit hati. Apa pun tentang kehilangan kini tak lagi berarti, bertahun kau menangisi. Aku masih mencari pagi sementara kau melambai pada senja di ujung bumi.
Seperti kau yang kadang-kadang bingung dengan langitku yang mendung dan langit di atasmu matahari masih sibuk menggantung. Kau sudah di ujung, kaki kecilku masih terluntang-lantung mencari pijakan sama bingung—ke mana aku akan dituntun?
Kau adalah kau yang membenci sendiri dan sedang mencari kursi untuk duduk bersama menikmati sepi. Akan kutemani, kita akan bercerita sepanjang malam hingga pagi. Ceritakan apa pun, tanpa terkecuali.
Aku punya beberapa kenangan dan kau suka mengenang, kemarilah. Kita bisa berdiam di kekosongan, ceritakan padaku apa yang membuat api di sekujur hatimu padam hingga di sekitarnya hanya ada temaram, dingin menikam, dan luka-luka lebam.
Lalu akan kuceritakan bagaimana hati dinginmu memicu api di dadaku, di rongga jiwa yang telah lama beku. Kita menyatu mengalahkan lampau. Kau adalah kau dengan api biru di sekujur badanmu.
Kita berjalan menuju hari di mana tak ada lagi takut kehilangan, kesepian, kedinginan, dan kegelapan.
Kuangkat satu jari, kau mengangguk mengikuti. Tujuan kita kini hanyalah satu—saling memiliki, menjaga nyala api agar tak mati.
Terima kasih sudah membaca!
Love, Octa ❤
Gambar oleh Alexander
Komentar
Posting Komentar