Tak ada yang membuatmu berlama-lama menutup mata, menerawang jauh pada masa di mana kau takut akan menjadi pelupa dan tak punya apa-apa. Selain kamarmu, tempatmu menjadi dirimu tanpa takut dicela dunia.
Pernah sekali kutanya; kenapa terlalu betah?
Kala itu, guratan tajam berlapis di antara pelipismu, sudah menahanku kembali bertanya.
Kudengar napas kasar menjalar di antara udara, seakan kau sudah lama terjebak di pikiranmu sendiri. Tanpa siapa-siapa kecuali hasrat ingin berlari, mengakhiri, dan mati.
Matamu seakan memintaku masuk lebih dalam, melihat jutaan cahaya kunang-kunang yang telah padam, anehnya di sana selalu malam. Hingga kusadari, kunang-kunang malang sudah kelelahan. Terbang pun kesusahan, sayap-sayapnya kuyup akibat kebanjiran. Oleh pejam matamu, mengalir jauh ke dadamu. Membentuk danau membentang, sekali lagi aneh kukatakan. Ikan-ikan di sana tetap berenang meski air tak tenang, deras arus menjadikannya goyang, dan angin kencang membuat pohon di sekitarnya tumbang.
Ada tembok, katamu. Kau terkurung jauh dari kerumunan berpasang-pasang orang, yang menganggapmu beda, selalu begitu sampai kau merasa tak pernah sama, sampai kau merasa tak perlu ke sana. Bersama mereka yang terlalu sama tak juga beda, cukup beda disebut sama.
Diammu, ragumu, siapa namamu? Jika tak ada, akan kupanggil kau dengan namaku.
Tunjukan lebih banyak kegelapan padaku, lebih banyak dari yang sudah membuat kakiku tersandung dan jiwaku meraung-raung.
Aku tak ingin kau duduk sendirian di sana.
Dengan pikiran melayang, menganggap kau adalah kesalahan, membenci apa yang membuatmu dilahirkan, dan terus mengulangi penyesalan.
Biarkan kutemani, kubawa kau pergi. Sebab aku mencintai bukan membenci, aku ingin kau berhenti mencaci diri sendiri, membuat biru semakin membiru di hati. Kuulangi sekali lagi, aku mencintai.
Orang percaya, takdir adalah takdir, tapi bagaimana jika kita yang memilih untuk saling melengkapi? Bagaimana jika kau adalah apa yang kucari, dan aku adalah apa yang kau cari? Kita sudah dipertemukan di satu hari, saat aku tak lagi peduli apa pun kecuali—tentangmu, apa pun tentang sosok yang menguasai kepala dan hati.
Ceritamu dan ceritaku menjadi sebuah sejarah, di mana dua kekosongan belajar menemukan, lalu mencintai kehilangan. Menjadikannya cara terbaik menyusun alasan untuk menetap di masa yang akan datang.
Namamu adalah namaku, ceritamu adalah ceritaku. Tak ada kau dan aku. Hanya kita, selalu.
•••
Terima kasih sudah membaca!
Love, Octa ❤
Komentar
Posting Komentar