Langsung ke konten utama

Sosok Hitam Gelap




Jika seseorang menyentilku tentang Ayah, yang kuingat....

Adalah sosok hitam gelap tak berbayang, yang kukenal sebagai pemilik secuil kasih sayang, tempat-tempatku belajar tentang penantian panjang. Di dalam dirinya, aku mengerti bahwa kepergian seseorang tak selalu berujung pada kepulangan.

Sosok yang kurindukan saat gelap datang, kala nyanyianku terbang ke langit malam. Bahkan bintang kehabisan alasan untuk membuatku tenang, bulan pun hilang di balik awan, takut kutodong ratusan bahkan ribuan pertanyaan. Lagu bahagia jangkrik di dahan, berganti menjadi melodi kelam. Hujan turun dipenuhi penyesalan, sebab di pipiku ada yang ikut berjatuhan.

Di manakah dia, Tuhan?
Semuanya diam, kutanya pada si buta bahkan dia lebih dusta dari si bisu di sana. Kutanya pada si tuli, katanya aku terlalu peduli. Salahkah jika aku ingin kebenaran? Jangan!
Jangan sekali-kali kau tanamkan kebencian pada anak yang bahkan, mengingat namanya saja ia kesusahan. 

Bertahun-tahun aku hidup penuh kebohongan.
Kabar-kabar yang kuterima tak lain berisi kehilangan. Siapa yang pergi? Hatiku bahkan belum belajar menangisi perpisahan. Aku bahkan belum belajar berjalan, lalu bagaimana bisa aku berdiri, melambai padamu dari kejauhan. Mulutku bahkan belum kau ajari memanggilmu sayang, kau sudah selangkah jauh di depan, dengan sekantung penuh kebencian.

Dia tak lain dari kabar burung tentang kematian, tentang tangisan-tangisan Ibu yang menunggunya pulang, tentang undangan yang mengatakan dia telah menemukan tempat baru yang nyaman.

Aku diajarkan mencintai, tapi kenapa kau selalu menjadi alasanku untuk membenci
Aku diajarkan mengasihani, tapi kau selalu diceritakan sebagai manusia tak punya hati
Aku diajarkan memaafkan, tapi kau bersikap seolah tak pernah mau belajar dari kesalahan
Aku diajarkan memberi kesempatan, tapi kau merusak makna belas kasih yang kubayangkan.

Sosok itu, seperti udara. Ada dan berjasa, tapi tak pernah bisa kulihat dengan mata, apalagi sekedar kuraba.

•••


Jika dikehidupan ini tak punya ayah yang baik, carilah atau jadilah ayah yang baik, untuk anakmu kelak.



Terima kasih sudah mampir!
Love, Octa!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kegundahanmu pada Musim-Musim itu

Untukmu; Musim-musim itu menjadi jawaban atas pertanyaanmu. Kau berganti bukan berarti hati ini ikut berotasi, bunga dan daunmu layu mati tak menjadi alasan agar aku mulai mencari, kau adalah kau; yang tak akan pernah kudapati walau keujung bumi kuberjalan kaki, mengurai layar arombai melawan badai berpayung langit berapi-api, menelusuri ceruk-ceruk sungai hingga landai ardi kudaki, menaiki langit tetap kau tak bisa kuraih. Sebab kau, adalah sebanyak-banyaknya harta berharga, kau yang paling bernilai. Tak perlu ragu, aku tak memuja deretan bunga di kepalamu, aku mencintai akar-akar itu, akar-akar tak kasat mata di bawah tanah yang selalu membuatku candu, di mana semua kebahagiaan serta kekhawatiranku menuju. Kau tak harus membenci musim gugur sebab membuat bungamu berhambur di tanah gersang. Tangkai-tangai kurus yang membuatmu berang, sungguh, membuatku semakin penasaran, aku rela mempelajari setiap yang kutemukan; lalu belajar mencintai hal-hal yang kau khawatirkan, yang k...

Journey; to the Past

Akhir-akhir ini entah kenapa saya lebih sering merenung dan kembali mengenang masa-masa yang sudah jauh tertinggal di belakang, seperti saya menemukan kehangatan yang dulu pernah hilang, tapi sudah tidak relevan dan sangat sulit dijelaskan di masa sekarang. Perasaan ini datang sangat kuat di pagi hari, kadang-kadang saya terjebak cukup lama di kamar sebelum berangkat kerja, mencoba menerka perasaan bahagia apa yang tiba-tiba ada namun pemicunya tidak tahu entah apa. Sedang kasmaran tidak juga, sedang menunggu kabar gembira tidak juga. Later on, perlahan saya mengerti dari mana datangnya perasaan nostalgia ini. Tumbuh besar di keluarga yang bisa dibilang hangat ketika memang sedang ada badai, dingin ketika percik-percik api mulai mendekati, saya selalu ingat di masa kecil dulu hampir tidak ada yang bisa disesali, bahkan kalau bisa sesekali saya ingin ke sana berjalan-jalan kembali. Tapi kita semua tahu, mesin waktu atau perjalanan melampaui masa lalu itu tidak benar-benar t...

20 Desember 2019

Anak Ibu terbangun; Dari mimpi buruk tentang kehilangan, napasnya tak beraturan tenggorokannya kehausan. Tangis di pipinya berkejaran meminta pertolongan, kali ini dia datang setelah lama menghilang. Kali ini dia datang sekaligus mengucapkan perpisahan. Kali ini, anak Ibu takut mimpinya kenyataan. Anak Ibu berdoa kepada Tuhan; Di depan jendela, tangannya terbuka matanya sembab memerah. Bibirnya gemetar menyebut nama yang sudah ia hafal di luar kepala, nama yang shubuh saja sudah bosan mendengarnya, tapi ia tahu Tuhan tak pernah digambarkan tuli dan buta; aku ingin bercerita, Tuhan. Tentang dia yang kau mungkin sudah akrab dengan namanya. Kalau kemarin-kemarin aku mengadu tentang bahagia, sekarang beda. Bolehkah kau bocorkan rahasiamu? Sedikit saja, misal apakah nanti dia akan pergi juga? Atau tetap tinggal? Kau adalah sebaik-baiknya alasan pertemuan dua asing hingga salah satunya menyimpan rasa, tidakkah kau kasihan, Tuhan? Di sepertiga malam, anakmu ini terbangun, di kepal...