Langsung ke konten utama

Kamu dalam Secangkir Teh







Secangkir teh seduhanmu yang kita minum ketika jendela menangis oleh langit sendu
Teh hangat yang rasanya menjadi endapan di setiap tulang-belulangku
Manisnya khas yang beberapa waktu terakhir tumbuh menjadi rindu
Pekatnya membuat jera, tetapi ada keinginan menambah yang belakangan bagai rasa candu

Aku tahu selain teh, air dan gula—
Ada rasa yang lain hanya kutemukan di sana
Dalam sekali tegukan lidah langsung menyesap cinta
Cinta tulus yang rasanya berlomba-lomba memenangkan pujian ikhlas dari bibir setelah merasa
Cinta yang menemaniku melewati denting hujan beserta amarah langit tak lupa deru angin menusuk jiwa
Cinta yang mengajarkanku bahwa secangkir teh ternyata bisa menjadi alasan di balik senyum kita berdua
Cinta yang akan menemaniku sekarang hingga nanti di hari tua
Cinta yang kau masukkan, sungguh ... tak kutemukan di teh mana pun juga

Teh itu, bangaimanapun jika ia berasal dari tanganmu
Berisi pujian tentangku yang semanis madu
Berisi kata-katamu yang kadang sepekat abu
Berisi pelukmu yang dekapnya sehangat beledu
Perasaan perbeda setiap kali kukecap, bahkan walau hanya asapnya yang lewat di depan hidungku
Aku selalu menemukan hal baru

Kuharap setelah memilih bersama hingga mati
Seduhan tehmu tak akan berubah rasanya, sekarang dan sampai nanti
Bahkan setelah lidahku tak lagi berfungsi







Terimakasih sudah mampir!
Love, Octa!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kegundahanmu pada Musim-Musim itu

Untukmu; Musim-musim itu menjadi jawaban atas pertanyaanmu. Kau berganti bukan berarti hati ini ikut berotasi, bunga dan daunmu layu mati tak menjadi alasan agar aku mulai mencari, kau adalah kau; yang tak akan pernah kudapati walau keujung bumi kuberjalan kaki, mengurai layar arombai melawan badai berpayung langit berapi-api, menelusuri ceruk-ceruk sungai hingga landai ardi kudaki, menaiki langit tetap kau tak bisa kuraih. Sebab kau, adalah sebanyak-banyaknya harta berharga, kau yang paling bernilai. Tak perlu ragu, aku tak memuja deretan bunga di kepalamu, aku mencintai akar-akar itu, akar-akar tak kasat mata di bawah tanah yang selalu membuatku candu, di mana semua kebahagiaan serta kekhawatiranku menuju. Kau tak harus membenci musim gugur sebab membuat bungamu berhambur di tanah gersang. Tangkai-tangai kurus yang membuatmu berang, sungguh, membuatku semakin penasaran, aku rela mempelajari setiap yang kutemukan; lalu belajar mencintai hal-hal yang kau khawatirkan, yang k...

Journey; to the Past

Akhir-akhir ini entah kenapa saya lebih sering merenung dan kembali mengenang masa-masa yang sudah jauh tertinggal di belakang, seperti saya menemukan kehangatan yang dulu pernah hilang, tapi sudah tidak relevan dan sangat sulit dijelaskan di masa sekarang. Perasaan ini datang sangat kuat di pagi hari, kadang-kadang saya terjebak cukup lama di kamar sebelum berangkat kerja, mencoba menerka perasaan bahagia apa yang tiba-tiba ada namun pemicunya tidak tahu entah apa. Sedang kasmaran tidak juga, sedang menunggu kabar gembira tidak juga. Later on, perlahan saya mengerti dari mana datangnya perasaan nostalgia ini. Tumbuh besar di keluarga yang bisa dibilang hangat ketika memang sedang ada badai, dingin ketika percik-percik api mulai mendekati, saya selalu ingat di masa kecil dulu hampir tidak ada yang bisa disesali, bahkan kalau bisa sesekali saya ingin ke sana berjalan-jalan kembali. Tapi kita semua tahu, mesin waktu atau perjalanan melampaui masa lalu itu tidak benar-benar t...

20 Desember 2019

Anak Ibu terbangun; Dari mimpi buruk tentang kehilangan, napasnya tak beraturan tenggorokannya kehausan. Tangis di pipinya berkejaran meminta pertolongan, kali ini dia datang setelah lama menghilang. Kali ini dia datang sekaligus mengucapkan perpisahan. Kali ini, anak Ibu takut mimpinya kenyataan. Anak Ibu berdoa kepada Tuhan; Di depan jendela, tangannya terbuka matanya sembab memerah. Bibirnya gemetar menyebut nama yang sudah ia hafal di luar kepala, nama yang shubuh saja sudah bosan mendengarnya, tapi ia tahu Tuhan tak pernah digambarkan tuli dan buta; aku ingin bercerita, Tuhan. Tentang dia yang kau mungkin sudah akrab dengan namanya. Kalau kemarin-kemarin aku mengadu tentang bahagia, sekarang beda. Bolehkah kau bocorkan rahasiamu? Sedikit saja, misal apakah nanti dia akan pergi juga? Atau tetap tinggal? Kau adalah sebaik-baiknya alasan pertemuan dua asing hingga salah satunya menyimpan rasa, tidakkah kau kasihan, Tuhan? Di sepertiga malam, anakmu ini terbangun, di kepal...