Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Unfinished Lullaby

Kalau ada ujian lalu aku ditanyakan tentang pahlawan, tanpa pikir panjang kutuliskan nama Ibu dengan gancang. Bukankah Ayah yang harusnya menjadi pahlawan? Tanya mereka. Dia pergi, jawabku, tidak mati hanya saja sudah tidak ada lagi. Pergi atas pilihannya sendiri dan alasan yang tak pernah kuketahui hingga saat ini. Namanya masih jelas di ingatan, begitu juga dengan rupanya yang hanya kilasan di balik gambaran. Sosok yang sejak kecil kuketahui sebatas orang yang paling berjasa atas aku dan kelahiranku. Yang kemudian semakin tumbuh menjadi ratusan bahkan menyentuh ribuan pertanyaan. Tentang kenapa ia pergi, atas dasar apa ia meninggalkan ibu dan aku sendiri, siapa yang membuatnya melupakanku yang bahkan belum bisa memanggil namanya dengan fasih, apa dia jahat, apa dia pantas kubenci, apakah bisa dibenarkan jika aku marah pada orangtuaku sendiri. Dan banyak lagi pertanyaan yang kutampung sejak kecil—mungkin hingga kini. Rindu akan sosoknya tak perlu ditanya, tiap-tiap ma...

Rak Usang

Ada sebuah rak usang Deritnya mengalahkan sayap jangkrik bergoyang Bersandar di bawah naungan lampu remang Di sekelilingnya cahaya seredup kunang-kunang Tiap-tiap raknya berisi toples harapan yang kususun setiap malam jelang Tumpukan tulisan tangan dari setiap angan yang kujaga dari rayap agar tak sobek, hilang, bernasip malang Di sana tersimpan semua keluh-kesah kala hati kecil ini meminta pada semesta agar dipersatukan dengan Tuan pemilik segala kerinduan Berharap suatu hari sakit tulang tangan menulis siang malam akan terganti dengan kenyataan Mulai dari kisah malu-malu saat mendambakan Tuan sebening air danau bersanding denganku yang keruh bagai genangan air abu Dan ketika berharap akan menghabiskan sisa waktu dengan pria gagah di singga sana, sedang aku hanya tumpukan debu Lalu saat pipiku berubah menjadi merah jambu ketika membayangkan Tuan berbaju biru datang mencium keningku di depan istana dan aku sebagai Ratu Saat dia menyanyikanku lagu sendu di taman bun...

Kamu dalam Secangkir Teh

Secangkir teh seduhanmu yang kita minum ketika jendela menangis oleh langit sendu Teh hangat yang rasanya menjadi endapan di setiap tulang-belulangku Manisnya khas yang beberapa waktu terakhir tumbuh menjadi rindu Pekatnya membuat jera, tetapi ada keinginan menambah yang belakangan bagai rasa candu Aku tahu selain teh, air dan gula— Ada rasa yang lain hanya kutemukan di sana Dalam sekali tegukan lidah langsung menyesap cinta Cinta tulus yang rasanya berlomba-lomba memenangkan pujian ikhlas dari bibir setelah merasa Cinta yang menemaniku melewati denting hujan beserta amarah langit tak lupa deru angin menusuk jiwa Cinta yang mengajarkanku bahwa secangkir teh ternyata bisa menjadi alasan di balik senyum kita berdua Cinta yang akan menemaniku sekarang hingga nanti di hari tua Cinta yang kau masukkan, sungguh ... tak kutemukan di teh mana pun juga Teh itu, bangaimanapun jika ia berasal dari tanganmu Berisi pujian tentangku yang semanis madu Berisi kata-katamu yang k...

Macramé

Aku dan dia mengikatnya bersamaan Aku mengeratkan dia melonggarkan Aku mengikat secara silang dia memilih menghilang sebelum simpul utuh di tangan ••• Aku menemukannya tergantung di kamar, di depan dinding putih tulang. Selain simpulnya yang rumit, ada kenangan yang menggenang di setiap ikatan temalinya. Menyerap masuk melalui celah-celah benang yang semakin dilihat dekat semakin kasar. Dia mungkin masih ada di sana, hanya saja perasaan saat menyentuhnya menjadi beda. Bagai pencuri andal, ia menang walau diam, menertawakanku yang bimbang, merendahkanku yang masih terkatung-katung di dalam kenangan lampau. Membangunkanku di sepertiga malam dan mencuri alasan agar aku bisa terlelap kembali, hingga pagi mengantarkanku pada penyesalan terulang. Sudah kucoba membuang penyangganya, tapi ia kembali bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Kubakar habis untaiannya, malah tanganku yang terbakar habis. Dia kuat ... sangat kuat. Soal menyelesaikan ikatan sendirian dan menggantungnya pe...

Kita

Terlalu akrab untuk sebuah kita Biarlah ini menjadi saya dan Anda Lebih baik asing dari pada saling kenal tanpa bicara Bahkan bersebelahan Anda mati gaya Dan saya pun tak berdaya untuk mengucap sepatah kata Sadarkah Anda, kita hanyalah sebuah sebutan untuk perbedaan Anda suka menjaga berat badan Sedang saya suka makan tanpa beban Anda suka makan di restoran Dan saya lebih nyaman di pinggir jalan Anda suka membuat menunggu tanpa kepastian Dan saya rela menunggu tanpa memastikan Anda suka membuat janji untuk diingkar kemudian Dan saya yang mudah termakan janji yang tak lain berupa angan Anda dengan kepalan ringan tangan Dan saya pasrah hingga lebam di lengan Anda yang mudah menebar harapan Dan saya senang terbawa perasaan Anda yang datang membawa cinta di tangan Dan saya yang percaya bahwa itu bukan rayuan Anda suka kebahagiaan Dan saya yang dengan tangis berkepanjangan Anda yang memalsukan kesetiaan Lalu saya yang memberi kepercayaan Anda dan saya tak leb...

Sederhana

Sederhana Aku ingin mencintaimu dengan cara sederhana Sesederhana sapaan senja pada bumi ketika jelang malam Sesederhana rintik hujan yang membasahi alam Sesederhana lilin yang rela melebur demi menembus temaram Sesederhana tulisan usang di atas kalam Sesederhana suara ombak yang bising lalu redam Sesederhana rajutan yang di anyam Sesederhana cangkir kopi yang duduk di atas talam Sesederhana canting yang berisi malam Sesederhana tabuhan genderang orang awam Sesederhana sapaan angin sebelum api padam Aku tak ingin mempersulit Tinggalkan jika sederhanaku rumit Cukup rasa ini diam dalam sakit Puisi dibacakan oleh  Putri Ricis Terimakasih sudah mampir. Love, Octa.

Takut

Sebuah puisi tanpa huruf "E" Aku takut pada dunia Dunia gulita tanpa cahaya Hambar tanpa arah yang nyata Bagai langkah di atas anak panah Hilang dalam diamnya rasa Aku takut akan hidup Bahagia hanya angan Tangis adalah kawan Luka akan jadi bindam Tawa tak ikut campur tangan Sungguh ironis Diambang angan maruk Mati takut hidup pun akan kalut Terimakasih sudah mampir ❤ Love, Octa.