Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

Musim Panas 2011

Mengenang Kenangan dan Kehilangan Nama kami sama-sama terdiri dari tiga kata, huruf depan kata pertama dan kedua, juga sama. Jika ditanya tentangnya, aku tak betul-betul tau, sebab jarak sudah memisahkan kita bertahun-tahun lamanya. Yang paling kuingat, sore hari di pertengahan 2011. Saat itu sedang kemarau, langit sedang senang membakar kepala kami. Dia tergesa-gesa menghampiriku di bawah pohon jambu, kemudian meminta maaf sebab ia terlambat. "Maaf, aku baru terbangun, sudah lama?" Intonasi suaranya sangat khas, setiap kata ia tekan, sehingga sering kukira ia marah. "Baru sampai juga." Aku berbohong, aku sudah menunggu hampir setengah jam, sengaja agar ia tak merasa bersalah. "Aku tidak mandi." Ia mengatakan itu semacam sesuatu yang harus dibanggakan. "Tapi masih harum, soalnya pakai parfum Ibu," sambungnya. "Bukannya tadi di sekolah sudah puas bermain?" tanyaku. "Belum puas, istirahatnya cuma 15 menit....

Namamu adalah Namaku

Tak ada yang membuatmu berlama-lama menutup mata, menerawang jauh pada masa di mana kau takut akan menjadi pelupa dan tak punya apa-apa. Selain kamarmu, tempatmu menjadi dirimu tanpa takut dicela dunia. Pernah sekali kutanya; kenapa terlalu betah? Kala itu, guratan tajam berlapis di antara pelipismu, sudah menahanku kembali bertanya. Kudengar napas kasar menjalar di antara udara, seakan kau sudah lama terjebak di pikiranmu sendiri. Tanpa siapa-siapa kecuali hasrat ingin berlari, mengakhiri, dan mati. Matamu seakan memintaku masuk lebih dalam, melihat jutaan cahaya kunang-kunang yang telah padam, anehnya di sana selalu malam. Hingga kusadari, kunang-kunang malang sudah kelelahan. Terbang pun kesusahan, sayap-sayapnya kuyup akibat kebanjiran. Oleh pejam matamu, mengalir jauh ke dadamu. Membentuk danau membentang, sekali lagi aneh kukatakan. Ikan-ikan di sana tetap berenang meski air tak tenang, deras arus menjadikannya goyang, dan angin kencang membuat pohon di sekitarnya tumb...

Mahoni

Di tempat favoritmu, kau duduk. Samar terdengar ada yang mengetuk, memaksa ingin masuk. Kau sudah tau, ia datang seperti cepatnya rasa kantuk memeluk yang kemudian menjadi mimpi buruk. Di depan jendela yang usianya hampir sama dengan pohon mahoni di sana. Kau menyaksikan reranting tak bergeming, menolak ajakan angin bermain. Seperti ia tau, kau sedang ingin dipeluk rasa dingin. Daun-daun mahoni itu berwarna tanah bercampur jingga, mengingatkanmu pada tangkai tua yang hampir habis termakan usia. Banyak yang telah berubah, tapi mahoni tua merekam semuanya. Kurang lebih 4 tahun yang lalu, kau duduk di tempat yang sama. Di badanmu, tergambar siluet dahan-dahan mahoni yang disirami senja. Kala itu langit sedang kebanjiran warna. Warna jingga yang memeluk hangat dirimu, hingga menjadi peluh. Kau mengeluh sebab separuh langit yang biru, turun di kedua matamu. Menjadikan ragu dan pilu menjadi satu di dadamu. Pukul 4 lebih, penghujung bulan ke-5, 2016. Kau ingat betul buku besar b...